Senin, 16 Maret 2009

Tugas Filsafat II

SEJARAH FILSAFAT

1. Aristoteles (348-321 SM)

Ia terkenal sebagai orang bijak asal Yunani, berasal dari daerah Stagira salah satu kota Macedonia. Bapaknya bernama Nicomachus, dokter berliran Pithagorianisme. Ketika memasuki usianya yang ke-18, ia belajar kepada Plato dan menetap di sana selama 20 tahun.

Setelah Plato meniggal, ia diangkat sebagai pendidik Alexander anak dari Philip, yang kelak terkenal sebagai Alexander Agung dari Macedonia (Dzul Qarnain). Ketika Alexander menjadi raja (336 SM), Aristoteles kembali ke Stagira, kemudian pergi ke Athena. Di sana, ia mendirikan taman pendidikan filsafat, yang berafiliasi kepada aliran Aristetolianism. Akan tetapi sekolah ini hanya aktif selama 12 tahun. Setelah Alexander meniggal, dan terjadi peralihan kekuasaan dari orang Macedonia ke tangan orang-orang Athena, Aristoteles dituduh sebagai orang atheis. Hal ini kemudian yang membuatnya kembali ke Stagira agar tidak tidak tertimpa seperti apa yang menimpa Socrates. Tak lama kemudian ia meninggal.

Kajian filsafat Aristoteles memuat seluruh pengetahuan manusia yang ada di masanya. Hal ini yang kemudian membuat filsafatnya sangat terkenal. Dengan kecerdasannya, pendapat-pendapatnya mencakup seluruh fenomena kehidupan, baik yang natural maupun factual dalam kehidupan masayarakat. Aliran filsafatnya biasa disebut dengan paham realistme yang menyikapi wujud sebagaimana adanya, kebalikan dari filsafat Plato yang beraliran idealisme. Plato menamakan dirinya dengan ‘akal’. Sementara Ibnu Rusyd menyebut dirinya sebagai Al-Hakim (orang bijak) atau Al-Hakim Al-Awal (orang bijak pertama). Ia adalah orang yang istimewa, karena telah berhasil meyusun filsafat Yunani secara sistematis, baik dalam struktur maupun udaran ilmu yang dikandungnya serta system kodifikasi maupun tata logikanya.

Di antara karya Aristoteles adalah :

Ø Sam’Al-Kiyan (Mendengarkan Alam). Kitab ini merangkum prinsip-prinsip wujud (being), seperti unsur, gambar, tidak ada (non being), waktu, tempat, dan lain sebagainya.

Ø De Caleo (As-Sama’wa Al-Alam/Langit)

Ø Animalium (Al-Hayawan/Hewan); Kitab An-Nabat, yang dinisbatkan juga sebagai karyanya.

Ø Anima (An-Nafs/Jiwa), yang membahas tentang indera dan yang diindera (al-hiss wa al-mahsus).

Ø Metafisika

Ø Politica

Ø Etika

Ø Organon. Karena mengarang buku ini, Aristoteles mendapat julukan sebagai Guru Pertama dan pencipta ilmu logika.

2. George Berkeley (1685-1753)

Dilahirkan di Irlandia di wilayah Kilkeni. Kakek moyangnya berasal dari Inggris Protestan. Pendidikan tingginya pertama kali ia dapatkan dari Universitas Kilkeni. Kemudian tahun 1700, ia mulai kuliah di Trinity College di Dublin, tempat dimana ia menjadi fellow beberapa tahun. Ia dinobatkan sebagai pendeta pada tahun 1707 dan diangkat menjadi wakil uskup Derry, kemudian setelah 10 tahun menjadi wakil uskup Coloin, kemudian meninggal pada tahun 1753.

Berkeley menulis beberapa karya yang membuat dirinya terkenal semenjak masa mudanya. Yaitu pada usia saat ia pertama kali berkunjung ke Inggris pada tahun1713. Waktu itu usianya baru 28 tahun. Bukunya yang diterbitkan adalah buku An Essay Towards a New Theory of Vision dan buku Treatise on The Principles of Human Knowledge (Pokok-pokok pengetahuan manusia). Pada tahun yang sama, setelah kedua buku tersebut, ia juga menerbitkan buku yang berjudul Three Dialogues between Hylas and Philonous (Tiga dialog antara Hylas dan Philonous). Pada buku-bukunya yang terakhir, ia tidak menambahkan hal-hal baru kecuali sedikit, termasuk pembelaan terhadap pandangan yang diyakininya dalam usia muda, dengan menafsirkan atau menyempurnakan beberapa bagiannya.

Berkeley merupakan salah satu fenomena unik dalam sejarah filsafat. Dalam sejarah filsafat, banyak di antara filosof yang mencoba menguraikan pandangan metafisisnya secara berani, menyeluruh dan terkadang aneh. Dan sebagian lainnya, khususnya para filosof Inggris, mereka menguraikan penjelasan tentang “Persepsi Fitrah Yang Benar” dan pembelaan terhadapnya. Namun, Barkeley adalah sosok langka. Itu dikarenakan dirinya mampu menguasai du alur ini secara bersamaan dengan kecerdasan yang dimilikinya. Dia berhasil memadukan kecenderungan metafisis dan keyakinan agamanya dengan tetp menghormati “Persepsi Umum yang Benar”.

Namun demikian ia tidak mampu merangkai cara pandangnya yang mudah dicerna secara akal kecuali hasil pendekatan perasaannya. Oleh sebab itu, karya-karyanya di sekitar bidang ini terkadang Nampak kurang kukuh. Dan hanya sedikit pembaca karyanya yang mampu mengikuti buah pikirnya.

Penting disebutkan di sini bahwa Barkeley telah mengkhususkan mukaddimah dari bukunya “Pokok-pokok Pengetahuan Manusia” sebagai kajian bahasa. Karena ia berkeyakinan bahwa beberapa kesalahan yang dialami oleh pemikir-pemikir sebelumnya, khususnya John locke adalah terjadi pada kesulitan memahami bahasa yang digunakan. Ia menegaskan bahwa hakekat bahasa tersimpan dalam penggunaannya dan pemahaman akan ungkapan yang digunakan dalam suatu struktur tertentu. Pendapatnya ini merupakan kontribusinya dalam bidang filsafat yang paling besar pengaruhnya.

3. Socrates (470-399 SM)

Filosof Yunani asal Athena. Ia tinggal dan belajar di Athena. Di antara sekian banyak muridnya adalah Plato, Euqleides, dan Aristippus. Akidah dan keyakinan-keyakinannya diketahui melalui tulisan-tulisan Plato dan Aristoteles. Socrates adalah tokoh terakhir pengikut aliran Sophistisme yang memiliki perhatian yang sama dengan tokoh sophistis lainnya terhadap manusia dan perdebatan tentang berbagai pendapat. Namun, kemudian ia berbeda pendapat dengan mereka ketika berpandangan bahwa nilai segala sesuatu adalah absolut, dan ia memperdebatkannya dengan menggunakan ilmu logika.

Gaya bahasa Socrates dalam berdebat memiliki dua keistimewaan. Pertama; menjawab pertanyaan lawannya dengan pertanyaan yang sama untuk mempengaruhi pemikirannya. Kedua; memasukkan unsure guarauan atau canda dalam keseriusan berdebat. Ketika berdebat, Socrates selalu ingin memulai perdebatannya dengan menggunakan teori induksi, yaitu mengambil kesimpulan tentang sesuatu yang bersifat unibersal dari hal-hal yang bersifat individual yang diakhirinya dengan menggunakan definisi yang menjelaskan berbagai problematika social kemasyarakatan dan masalah-masalah personal, seperti keadilan, keberanian, dan kebebasan. Salah satu bukti keberanian Socrates adalah ungkapanya, “Saya tahu bahwa saya adalah tidak tahu.” Ungkapan ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang telah dicapainya hanyalah merupakan bagian kecil dari keseluruhan pengetahuan manusia. Socrates juga memiliki ungkapan yang terkenal, yaitu: Ketahuilah siapa dirimu!” Kesibukannya yang paling banyak menyita konsentrasinya adalah kajiannya tentang etika. Etika, menurutnya merupakan porsi kajian akal, bukan porsi pembahasan agama. Dari pengetahuanlan, lahir keutamaan. Dan barang siapa mengetahui kebenaran, maka ia tidak akan berlaku dzalim.

Socrates telah menentang kaumnya yang menyembah berhala. Karena itu, oleh para tokoh yang berpengaruh di daerahnya, ia dituduh telah merusak generasi muda, karena mengajak mereka untuk tidak percaya kepada tuhan. Meskipun tuduhan yang benar adalah dia mengajak para generasi muda untuk memberi kritikan kepada penguasa saat itu, mereka akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepadanya dan Socrates pun meminun racun yang membunuhnya secara suka rela. Menurutnya perilaku yang buruk adalah pengetahuan yang bersifat rasional, yang lahir dari kebodohan. Atas dasar itu, tidak ada manusia yang berperilaki jahat dan buruk karena keinginannya sendiri.

Kontribusi paling tinggi dari Socrates adalah pembelaannya terhadap akal yang ia nilai sebagai standar idea tertinggi, dan ilustrasinya yang tinggi tentang target apa yang harus dicapai akal, serta himbauannya agar kita berpikir sehati-hati mungkin, sehingga perilaku kita sesuai dengan keingkaran kita.

4. Immanuel Kant (1724-1804)

Dilahirkan di Konigsberg. Ia mendapat pendidikannya di salah satu Sekolah Menengah Atas di kotanya. Kemudian ia kuliah di universitas yang juga terdapat di kotanya, dimana ia kelak mengajar di sana, dan menjadi guru besar untuk beberapa tahun. Selama masa pendidikannya, ia belajar matematika, ilmu fisika dan juga filsafat. Sejak itu, sepanjang hidupnya, ia memiliki perhatian khusus terhadap dua bidang ini (matematika dan fisika). Teori Kant yang terkenal tentang system tata surya, sebagiannya didasarkan pada pendapatnya tentang alam semesta.

Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh dua aliran dari aliran filsafat Eropa yang sangt dominan di masanya. Pertama, rasionalisme yang didapatkan dari guru-gurunya dalam corak yang dibentuk oleh Leibniz dan Wolff. Kedua, empirisme yang memiliki pengaruh yang sangat kuat pada dirinya, yang ia dapatkan melalui tulisan-tulisan Hume yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman.

Paham filsafatnya yang matang dan orisinil pertama-tama tertuang dalam bukunya Kritik der reinen Vernunft (Critique of Pure Reason/Kritik Akal Murni) yang diterbitkan pada tahun 1781. Pahamnya ini lebih dikenal dengan “Filsafat Kritisme” yang merupakan perpaduan dan buka sekadar rangkuman dari kecenderungan rasionalisme dan kecenderungan empirisisme. Menurutnya, dua kecenderungan ini, pada satu sisi telah memberiakan satu penafsiran yang keliru dalam membangun pegetahuan manusia dan substansinya.

Filsafat kritisme ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi kelahiran filsafat idealism Jerman, khususnya bagi Fichte dan para pengikutnya yang memiliki pandangan yang berbeda dengan Kant, dimana mereka berpendapat bahwa diri bukan saja dapat mengenal alam, akan tetapi dapat pula menciptakannya.

Pengaruh dari pendapat Kant yang menentang paham naturalisme sangat kuat, khususnya terhadap para pengikut paham intiutionisme etis yang dating setelahnya. Filsafatnya juga banyak ditolak oleh para filosof etika di berbagai sekolah, khususnya tentang pembedaannya antara akal murni dengan akal amaliah.

Jumat, 13 Maret 2009

Tugas Filsafat I

REFLEKSI PERKULIAHAN PENDAHULUAN FILSAFAT

Ø Apakah Filsafat Itu?

Tujuan ilmu filsafat secara umum adalah hendak mencari pandangan yang benar terhadap alam. Ia hendak menjelaskan arti hidup secara global di segala cakupan dimensinya. Sisi kasatnya maupun berbagai kasus dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. Semuanya hendak dijelaskan secara detail. Sesungguhnya filsafat memiliki peranan riil dalam meningkatkan peranan berpikir serta memperluas cakrawala akal. Para cendekiawan Yunani kuno menuturkan, sesungguhnya pengetahuan adalah ibarat pohon dimana filsafat adalah batangnya, sementara cabang-cabangnya adalah ilmu-ilmu pengetahuan dengan beragam jenisnya.

Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan. Secara sederhana hal ini berarti bahwa tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahun tersebut, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semua itu di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak.

Kegiatan kefilsafatan ialah pemikiran secara ketat. Pemikiran jenis ini berupa meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan lainnya, menanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang lebih baik dibandingkan dengan jawaban yang tersedia pada pandangan pertama. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadainya pengetahuan, agar kita dapat memperoleh pemahaman.

Filsafat merupakan pemikiran secara sistematis. Kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri.

Ø Tiga Pilar Dalam Filasafat

1. Epistemologi

2. Ontologi

3. Aksiologi

Ø Apakah Hermeneutik Itu?

Secara etimologis, kata ‘hermeneutik’ berasal dari bahasa Yunani ‘hermeneuein’ yang berarti ‘menafsirkan’. Maka kata benda ‘hermenia’ secara harfiah dapat diartikan sebagai ‘penafsiran’ atau ‘intepretasi’. Hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.

Hermeneutik dalam pandangan klasik akan mengingatkan kita pada apa yang ditulis oleh Aristoteles dalam Peri Hermenias atau De Interpretatione. Yaitu bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan itu. Sebagaimana seseorang tidak mempunyai kesamaan bahasa tulisan dengan orang lain, maka demikian pula ia tidak mempunyai kesamaan bahasa ucapan dengan yang lain. Akan tetapi, pengalaman-pengalaman mentalnya yang disimbolkan secara langsung itu adalah sama untuk semua orang, sebagaimana juga pengalaman-pengalaman imajinasi kita untuk menggambarkan sesuatu (De Interpretatione)

Pada dasarnya hermeneutik berhubungan dengan bahasa. Kita berpikir melalui bahasa, kita berbicara dan menulis dengan bahasa, kita mengerti dan membuat intepretasi dengan bahasa. Bahkan seni yang dengan jelas tidak menggunakan sesuatu bahasa pun berkomunikasi dengan seni-seni yang lainnya juga dengan menggunakan bahasa.

Hermeneutik adalah cara untuk ‘bergaul’ dengan bahasa. Bila ‘mengerti’ selalu dikaitkan dengan bahasa, maka bahasa juga membatasi dirinya sendiri. Kita menyadari hal ini, namun semua buah pikiran kita harus diungkapkan dengan bahasa yang ada sesuai aturan tata bahasanya yang berlaku. Kita harus menyesuaikan diri dengan kupasan-kupasan linguistik dan terpaksa pula mengadakan pembaharuan yang relatif sangat kecil kemungkinannya.

Ø Francis Bacon (1561-1626 M)

Filosof asal Inggris, pendiri paham materialism modern dan ilmu eksperimen. Pada pemerintahan James I, ia dipercaya membawa stempel kerajaan. Pada tahun 1620, ia menerbitkan sebuah risalah yang berjudul Novum Organon (Al-Organon Al-Jadid/New Organon). Judul ini merujuk ke buku Aristoteles, “Organon” yang berarti alat atau instrument. Dalam bukunya ini ia menjelaskan persepsi baru tentang fungsi ilmu, dan meletakkan dasar-dasar metode induksi ilmiah.

Bacon menyebutkan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk menambah kemampuan manusia dalam menguasai alam. Ia berkeyakinan bahwa untuk mencapai target ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan belajar yang dapat membuka rahasia tentang sebab segala sesuatu.

Kemudian, ia menentang kecenderungan dari sistem pengajaran scholastik. Menurutnya, sistem pengajaran klasik memiliki dua kelemahan. Pertama, keterputusan, dimana seorang pengajar memulai pelajarannya dengan menyampaikan pandangan yang berbeda-beda dari para ilmuan dengan cara yang sama ketika laba-laba merajut sarangnya. Kedua, empirisme atau kajian empirik, yaitu dengan menyampaikan berbagai kasus realita yang tidak memiliki kaitan antara satu dengan yang lainnya. Atas dasar ini, Bacon mengajak kepada kecenderungan formalis dalam sistem pengajaran di sekolah-sekolah.

Ø Immanuel Kant

Orang yang seolah-olah dengan tiba-tiba menyempurnakan pencerahan adalah Immanuel Kant (1724-1804). Dengan munculnya Kant dimulailah zaman baru, sebab filsafatnya mengantarkan suatu gagasan baru yang memberi arah kepada segala pemikiran filsafati di zaman yang lebih kemudian. Ia sendiri memang merasa, bahwa ia meneruskan pencerahan.

Filsafat Kant disebut kritisisme. Secara harfiah kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.